Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) RI mengubah kebijakan pernikahan di Indonesia, dengan memperluas peran dari Kantor Urusan Agama (KUA) agar bisa menjadi tempat resmi pernikahan untuk semua agama.
Keputusan itu diambil Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai bagian atau bentuk dari toleransi kepada sesama. Dalam artian, keputusan ini bertujuan untuk memberikan pelayanan yang baik kepada seluruh warga negara Indonesia, tanpa memandang agama atau kepercayaan mereka.
Selama ini lanjut dia, KUA berfungsi sebagai tempat pencatatan pernikahan umat Islam, sedangkan pencatatan nikah agama lain itu dilakukan di Kantor Pencatatan Sipil. Padahal, pencatatan pernikahan seharusnya menjadi urusan Kemenag.
“Kita sudah sepakat sejak awal bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama,” ucap Yaqut, dikutip dari laman Kemenag, Jumat (23/2/2024).
Dijelaskannya, KUA adalah instansi terkecil dari Kemenag yang ada di tingkat kecamatan. Tugasnya, membantu melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten, terutama di bidang urusan agama Islam di wilayah kecamatan.
Maka dengan mengembangkan fungsi KUA sebagai tempat pencatatan pernikahan bagi agama selain Islam, Yaqut berharap data-data pernikahan dan perceraian yang ada di Indonesia bisa lebih terintegrasi.
“Saya harap KUA menjadi sentral pelayanan keagamaan bagi semua agama, termasuk Islam. Apalagi KUA ini adalah tempat yang sangat strategis karena tersebar di seluruh kecamatan di Indonesia. Kita ingin membuat KUA sebagai pusat pernikahan bagi seluruh agama,” harapnya.
Tak hanya itu, ia juga akan membuka kembali aula-aula KUA di seluruh Indonesia untuk digunakan sebagai tempat pernikahan dan tempat ibadah sementara non-Muslim, yang mungkin masih kesulitan mendirikan rumah ibadah di daerahnya.
“Pernikahan itu hal sakral dan universal. Pastinya semua agama itu menghormati dan mengakui pernikahan. Maka, Kemenag siap memfasilitasi pernikahan bagi semua agama,” tegasnya.
“Mari bantu saudara-saudari kita yang non-Muslim untuk bisa melaksanakan ibadah yang sebaik-baiknya. Kan, tugas muslim sebagai mayoritas yaitu memberikan perlindungan terhadap saudara-saudari yang minoritas, bukan sebaliknya,” tambahnya.
Untuk diketahui, pelaksanaan pernikahan di KUA tidak dipungut biaya apa pun atau gratis. Namun, dengan syarat harus dilakukan pada hari kerja dan jam operasional KUA, yakni Senin – Jumat pukul 08.00–16.00 waktu setempat.
Sebaliknya, jika akad nikah dan pencatatan pernikahan digelar di luar KUA, maka akan dikenakan biaya sebesar Rp600.000.
Biaya tersebut masuk ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Agama, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2014 tentang PNBP.
Pencatatan pernikahan gratis juga berlaku untuk umat non-Islam di Kantor Pencatatan Sipil. Pencatatan nikah tak dipungut biaya sebelum melewati batas maksimal waktu pelaporan, yaitu 60 hari.