Sri Mulyani Ungkap Dugaan Korupsi di LPEI, Empat Debitur Terlibat

Foto: Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menerima secara resmi laporan dari Menkeu Sri Mulyani atas 4 debitor bermasalah. (Istimewa)
Foto: Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menerima secara resmi laporan dari Menkeu Sri Mulyani atas 4 debitor bermasalah. (Istimewa)

Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani secara resmi menyampaikan hasil penelitian tim terpadu mengenai dugaan kecurangan dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Dalam jumpa pers yang berlangsung pada Senin (18/3/2024) di Gedung Kejaksaan Agung, Menkeu Sri Mulyani menjelaskan bahwa laporan tersebut merupakan bukti kerja keras tim terpadu yang melibatkan LPEI, Jamdatun, BPKP dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

Tim terpadu yang sudah terbentuk ini lanjut dia, sudah melakukan investigasi kredit-kredit bermasalah di LPEI, yang menunjukkan adanya indikasi kecurangan atau fraud.

“Pada kesempatan yang baik ini, kami bertandang ke sini (Kejagung RI) untuk menyampaikan hasil pemeriksaan dari tim terpadu. Terutama terhadap kredit bermasalah yang terindikasi adanya fraud. Yaitu adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan debitor tersebut,” ujarnya, dikutip dari media HukumOnline.

Dalam laporan pertama yang disampaikan wanita kelahiran 1962 itu, terdapat empat debitur yang terindikasi melakukan tindak pidana kecurangan dalam mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI.

Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendorong LPEI untuk meningkatkan peran dan tanggung jawabnya dalam mewujudkan tata kelola yang baik, sesuai dengan mandat Undang-Undang No.2 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.

Pada momen itu, Kemenkeu dan tim terpadu terus mendorong LPEI agar terus melakukan inovasi dan koreksi pembersihan di tubuh lembaga Negara yang dibidangi pembiayaan ekspor di tanah air tersebut, terkhususnya pembersihan di neraca LPEI.

“Jadi, ada empat debitur yang terindikasi fraud dengan outstanding pinjaman 2,5 triliun. Kami harap LPEI terus berbenah,” bebernya.

Di tempat yang sama, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menerima laporan resmi dari Menkeu RI Sri Mulyani mengenai empat debitur bermasalah.

Dia menyatakan bahwa dugaan kecurangan tersebut sudah diteliti oleh pihak Jamdatun dalam kurun waktu yang cukup lama.

Menurutnya, empat debitur yang dilaporkan Kemenkeu merupakan tahap pertama dengan nilai total Rp2,505 triliun.

Rinciannya, keempat debitur itu adalah PT RII Rp1,8 triliun, PT SMR Rp216 miliar, PT SRI Rp1,44 miliar dan PT BRS Rp305 miliar.

“Jumlah keseluruhannya total Rp2,505 triliun,” ujarnya.

Lalu untuk tahap kedua yang ditengarai melibatkan enam perusahaan dengan nilai kredit mencapai Rp3 triliun masih dalam tahap pemeriksaan BPKP.

“Saya harap BPKP segera merampungkan pemeriksaanya, sehingga bisa ditindaklanjuti dengan proses pidana oleh pihak Kejagung,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kemenkeu, Ketut Sumedana, turut membenarkan bahwa laporan ini merupakan hasil temuan dari tim terpadu.

“Ternyata ada mengandung unsur fraud, ada unsur penyimpangan didalam pemberian fasilitas ataupun pembiayaan kredit dari LPEI kepada para debitur tadi. Sehingga karena sudah macet dan sebagainya, makanya kami serahkan ke Pidsus (Pidana khusus) untuk recovery aset,” katanya.

Dalam konteks penanganan perkara ini, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) akan menentukan status penanganan perkara setelah serangkaian pemeriksaan penyelidikan oleh tim penyidik Jampidsus.

Dengan demikian, upaya pemberantasan kecurangan dalam fasilitas kredit LPEI terus diupayakan demi menjaga integritas lembaga keuangan negara.

“Nanti setelah serangkaian pemeriksaan penyelidikan oleh teman-teman Jampidsus akan ditentukan statusnya,” katanya.

Adapun keempat perusahaan yang disebutkan tadi, adalah debitur LPEI yang bergerak di bidang kelapa sawit, bidang batu bara, nikel dan shipping atau perusahaan perkapalan.

Ia membeberkan bahwa untuk tahap pertama ada empat perusahaan yang dilaporkan. Lalu kemudian, akan ada laporan tahap kedua yang diduga melibatkan enam perusahaan yang terindikasi fraud senilai Rp3 triliun dan Rp85 miliar.

“Untuk tahapan pertama ini tetap empat perusahaan. Nanti untuk tahap kedua, kalau seandainya diserahkan ke Jampidsus, masih kami imbau, tadi disampaikan oleh Jaksa Agung, itu ada enam perusahaan dengan nilai kreditnya Rp3 triliun,” tutupnya.

Share it:

Related Post